www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Thursday, December 4, 2008

Dinar : Medium Of Exchange?

Dalam sebuah diskusi di PSTTI UI ada pertanyaan apakah Dinar dapat berlaku sebagai alat tukar sekarang? Pertanyaan ini cukup penting untuk menggambarkan posisi Dinar sebagai alat transaksi. Sebagaimana kita ketahui ada 3 fungsi mata uang. Pertama sebagai alat tukar (medium of exchange),kedua sebagai satuan nilai (unit of account), dan ketiga sebagai penyimpan nilai atau (store of value). Kedua fungsi yaitu store of value dan unit of account dapat diperankan dengan baik oleh Dinar. Harga Dinar terhadap rupiah dalam 40 tahun terakhir rata-rata per tahun naik 28,73% sedangkan tehadap Dollar dibandingkan tahun 1945 dimana 1 troy ons emas sama dengan US$35, maka saat ini US$ 771,70 atau tinggal 4,5% saja nilainya. Sedangkan satuan nilai Dinar sudah fixed selama berabad-abad yaitu emas 22 karat dengan berat 4,25 gr. Sedangkan sebagai alat tukar Dinar memang belum bisa digunakan secara umum, sebab Dinar belum diakui sebagai mata uang yang legal di negeri ini disamping Rupiah. Dengan intervensi IMF maka bank-bank sentral di Dunia (kecuali Korea utara, Nauru, Tuvalu, Monaco, Lichtenstein, Kuba dan Andorra seba mereka bukan anggota IMF) tidak boleh menggunakan mata uang emas atau Dinar bahkan mengaitkan mata uangnya dengan emas saja tidak boleh. Pelepasan kaitan emas dengan US Dollar dan tentu dengan mata uang lainnya ini terjadi sejak 15 Agustus 1971 atau setelah berakhirnya perjanjian Bretton Woods secara sepihak oleh AS (masa presiden Nixon sehingga peristiwa ini dikenal dunia dengan istilah Nixon Shock). Jika mata uang suatu negara dikaitkan dengan emas tentu kestabilan moneter lebih dapat dijaga sebab jumlahnya yang cukup sepanjang masa (lihat web goldsheetlinks). Amat berbeda dengan fiat money sebab dia dapat dengan mudah dan murah dicetak semua gue. Jika dunia konsisten dengan gold standar atau penggunaan Dinar maka tentu inflasi tidak menjadi momok yang menghanguskan jerih payah kita. Sehingga dunia juga tidak diwarnai peristiwa-peristiwa seperti kelaparan, kesenjangan, penderitaan, perampokan, dan peperangan. Lihat apa yang dilakukan oleh negara-negara pelaku PD I, cadangan emas mereka menipis seiring dengan berakhirnya perang yang digunakan untuk biaya perang dan beli senjata. Setelah perang mereka balik lagi menggunakan uang fiat, tapi ini tidak berlangsung lama sebab karena berlebihnya peredaran uang kertas mereka, terjadilah hiper inflasi, perhatikan apa yang terjadi di Republik Weimar Jerman yang mengalami inflasi gila-gilaan pada tahun 1922. Sehingga orang membakar uangnya untuk menyalakan tungku di musim dingin sebab nilai mata uang mereka lebih murah dibanding dengan kayu bakar. Kita pun pernah mengalami inflasi gila-gilan (hiper inflasi) pada kurun 1960-1965 dimana inflasi mencapai rekor 650%. Hingga akhirnya bapaknya Megawati menerapkan Sanering (pemotongan nilai mata uang) dimana Rp1.000 (uang lama) menjadi Rp.1 (uang baru). Saat ini tanpa perlu Saneringpun, Rupiah telah mensanering dirinya sendiri. Tiga angka nol yang dibuang Soekarno tahun 1965 itu telah balik lagi sekarang, sehingga saat ini uang Rp. 1.000 itu biasa kita gunakan untuk buang air kecil di toilet umum, bayar parkir motor, beli sepotong roti, atau memberi peminta-minta di kereta. Bisa jadi nanti 0 nya tambah satu untuk keperluan di atas jika Rupiah masih seperti ini. Semoga kita tidak seperti Zimbabwe yang mengeluarkan pecahan 100 miliar Dollar Zimbabwe tahun ini dalam selembar kertas yang hanya cukup untuk membeli setangkup roti atau empat butir jeruk ???!!!!...........

No comments: