www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, August 30, 2017

Dinar dan Dirham sebagai Timbangan

Untuk mengukur sesuatu kita butuh alat ukur. Tentu alat ukur mempunyai syarat, salah satunya adalah tidak berubah ukuran atau timbangannya. Apabila alat ukur itu berubah-ubah tentulah bukan alat ukur namanya karena sesuatu yang berubah tidak bisa untuk mengukur atau menilai suatu benda.

Salah satu syarat mata uang adalah kestabilan nilai. Apa yang terjadi bila suatu mata uang  tidak stabil? Dia bisa menjadi alat tukar tapi tidak bisa menjadi timbangan yang adil. 100 Dollar AS tahun 1971 berbeda nilainya dengan 100 Dollar tahun 2017. 1 Peso Brazil setara dengan 1 Dollar AS tahun 1945 namun tahun 1975 1 Peso Brazil setara 1 juta Dollas AS.  Maka baik Dollar AS atau Peso tidak bisa menjadi timbangan atau alat ukur yang adil. Maka mata uang logam (emas dan perak) dapat berperan sebagai timbangan yang adil.

Imam Ghazali ( wafat tahun 505 H) berkata :
Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 Dinar, sekian ukuran minyak za'faran  ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama.

Dia juga berkata :

Kemudian disebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, darimana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan " hakim yang adil" sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena karena kebutuhan yang terus-menerus.Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam.

Ibnu Khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan.Dalam perkataan beliau " Kemudian Allah ta'ala menciptakan dari dua barang tambang emas dan perak sebagai nilai  untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya."

Ibnu Rusyd (wafat tahun 595 H)

"Ketika seseorang susah menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberapa kuda adalah nilai harga baju itu terhadap beberapa baju. Maka jikakuda itu bernilai 50 , tentunya baju-baju itu juga harus bernilai 50."

Peralihan Mata Uang Emas ke Kertas (2)

      Penurunan nilai Dollar berpengaruh terhadap negara-negara  dalam bentuk yang berbeda-beda. Negara-negara yang memberlakukan penilaian ekspornya dengan Dollar AS seperti anggota OPEC mengalami kerugian besar dalam penghitungan penilaian ekspor.

       Sementara negara-negara lemah hanya menjadi mangsa dalam sistem moneter yang dikeluarkan IMF bagi kemaslahatan negara-negara kuat tanpa memperhatikan kemaslahatan negara-negara berkembang. "Bahwa negara yang paling berkomitmen merealisasikan kebijakan-kebijakan IMF adalah negara yang paling berisiko mengalami keterpurukan nyata karena pelaksanaan itu. Tidak ada yang lebih jelas dari eksperimen Brazil ketika mata uang nasionalnya Peso bernilai 1 Dollar AS pada tahun 1945 dan setelah 30 tahun mengikuti segala kebijakan dan program IMF, yaitu pada tahun 1975, nilai 1 Dollar AS sudah menjadi 1 juta Peso!"
          
         Dr.Hisyam Mutawalli menjelaskan pengaruh politik dalam sistem mata uang kertas, menurut beliau," Ada beberapa sebab di balik kekacauan yang menimpa sistem moneter dunia, pada intinya kembali kepada konflik kepentingan antara negara-negara industri di belahan barat dan upaya negara yang paling utama, saya maksudkan Amerika Serikat, untuk menguasai perekonomian dunia dan memformat sesuai dengan segala kepentingannya."

3.Faktor Ekonomi 

          Para pakar ekonomi menyebutkan beberapa faktor ekonomi yang mendorong dunia meninggalkan sistem emas, di antaranya :
a. Hilangnya era perdagangan bebas dunia

    Setelah berakhirnya Perang Dunia I, setiap negara sudah memberlakukan peraturan dan pengawasan ketat terhadap perdagangan dunia untuk menurunkan jumlah impor barang dan komoditi seperti pemberlakuan pajak dan cukai. Setiap negara juga semakin mendorong peningkatan ekspor yang kemudian menyebabkan perbedaan harga-harga di setiap negara.

     Seandainya setiap negara masih menggunakan emas, indeks harga akan mempertahankan kesesuaian karena menggunakan sistem emas sangat berperan penting untuk menjaga stabilitas harga di berbagai negara. Sebagai contoh, apabila kita asumsikan kerja sama dagang antara Suriah dan Perancis dan keduanya menggunakan sistem emas. Suriah mengimpor komoditi dalam jumlah besar dari Perancis, hal ini akan menyebabkan keluarnya emas dari Suriah menuju Perancis dan persediaan emas menipis di Suriah. Saat itu harga-harga akan mengalami penurunan di Suriah (akibat meningkatnya penawaran karena masuknya barang impor). Ketika harga-harga komoditi di Suriah menurun, negara-negara lain akan melakukan impor dari Suriah dan saat itu pula emas-emas di Suriah kembali menguat. Namun ketika perdagangan dunia tidak lagi berjalan dengan bebas, karena itu orang-orang mengganti sistem emas dengan sistem uang kertas yang tidak lagi terikat dengan emas. Hal ini yang mendorong terjadinya perbedaan indeks harga-harga.

b) Tidak seimbangnya distribusi cadangan emas

       Perang Dunia I menyebabkan sebagian besar negara kekurangan cadangan emas karena digunakan untuk pembiayaan militer yang tinggi atau karena membangun kembali setelah kehancuran perang.

         Amerika Serikat mendapat bagian yang sangat besar sekiranya emas penjuru dunia terkumpul di sana. Penyebab tertimbunnya emas di Amerika Serikat adalah perpindahan yang tidak alami, maksudnya tidak hanya melewati jalur perdagangan dunia, tapi juga disebabkan pembayaran-pembayaran ganti rugi kalah perang yang dibebankan kepada Jerman dan sekutunya untuk Amerika Serikat. Selain itu, gairah investor yang terus meningkat dari berbagai negara untuk berinvestasi di AS karena iklim investasi dan kondisi yang stabil.

        Karena kebijakan protek barang menyebabkan kesulitan dalam kebebasan perdangan dunia, dan hasil dari ketidakseimbangan cadangan emas setiap negara, otoritas keuangan merasa perlu mengambil kebijakan menghentikan sistem emas dan menggantinya dengan sistem uang kertas.

c) Tidak cukupnya  emas untuk penggunaan keuangan

        Memandang keterbatasan jumlah emas yang ada di dunia dan tidak mungkin menambah jumlahnya karena beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan produksi barang tambang ini, menjadi hal yang sulit untuk menjadikan emas berfungsi sebagaimana mestinya dalam proses produktifitas  yang maju dan terus bertambah setelah perkembangan pengetahuan dan revolusi industri.

         Produksi barang dan komoditi semakin meningkat dan orang-orang semakin membutuhkan jumlah uang yang banyak untuk mengikuti perkembangan ini dan uang emas karena tidak efisien, tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu sehingga orang-orang mulai merasakan kekurangan sistem uang emas.

           Kemudian meningkatnya permintaan terhadap emas untuk penggunaan selain uang dan meningkatnya penimbunan emas disebabkan kekhawatiran yang muncul bersamaan dengan Perang Dunia I. Semua itu membuat bahan emas sudah tidak mencukupi untuk penggunaan keuangan. Ini yang disebutkan oleh para ahli ekonomi. Ini tidak bisa diterima, karena hanya alasan yang dibuat-buat yang dilontarkan oleh pihak Barat untuk melindungi kepentingan-kepentingan mereka dan menutupi tipu daya mereka. Pernyataan-pernyataan ini di ulang-ulang oleh para pengikut mereka tanpa memikirkan dan merenungi apa yang mereka katakan.

         Menurut Dr. Zaki Ramzy," Ada semacam kabut pemikiran yang tebal yang menutupi sebagian besar kajian-kajian keuangan." Sudah merupakan kesepakatan bahwa pertimbangan bukan dalam jumlah uang dan banyaknya sehingga bisa menutupi kebutuhan transaksi, tapi yang lebih penting adalah kekuatan nilai tukarnya terhadap barang komoditi dan jasa. Jumlah emas sudah mencukupi dalam peredaran uang atau menjadikannya  penopang nilai uang kertas. Gayum Kennedy menagatakan, " Orang-orang yang menentang penggunaan emas melupakan bahwa barang tambang ini memiliki status khusus di antara berbagai macam komoditi yang ada karena terdapat di brankas bank-bank sentral yang tersimpan selama lebih dari 50 tahun yang melebihi jumlah yang digunakan produsen dan konsumen dalam setahun."

        Selain itu, kekuatan nilai tukar emas relatif karena tidak mungkin bagi seseorang untuk menambah jumlahnya yang membuat nilai tukarnya menjadi turun. Ini termasuk hikmah Allah SWT di dunia dengan menjadikan emas jarang sehingga interaksi dagang manusia menjadi stabil. Termasuk kesepakatan para ahli ekonomi mensyaratkan bahwa bahan baku uang bersifat jarang secara relatif dan ini yang pertama-tama berlaku pada emas sepanjang waktu. 

         Ketika orang-orang meninggalkan emas dan menggunakan kertas-kertas terjadilah bencana setelah itu. Inflasi keuangan diakibatkan buruknya penggunaan wewenang dalam penerbitan uang kertas karena berada di bawah kehendak manusia, dan sedikit saja manusia yang mampu berbuat adil.

        Seperti diketahui ketika bank-bank mencetak uang kertas pada awalnya, kertas-kertas ini memilki jaminan emas 100% dan bisa ditukarkan. Ketika orang-orang sudah biasa menggunakannya, bank mencetak uang kertas dalam jumlah besar melebihi jumlah jaminannya untuk meraih keuntungan. Ketika orang-orang pergi ke bank untuk menukarkan kertas tersebut karena kekhawatiran dan ketidakpercayaan mereka terhadap kondisi bank, negara mewajibkan penggunaan uang kertas dan melarang penukaran dengan emas.

        Demikianlah buruknya penerapan uang kertas sejak awal dan eksploitasi bank terhadap fenomena baru untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa modal. Dua hal yang menjadi faktor utama peralihan dunia dari sistem emas. Ini tidak berarti bahwa uang kertas dari segi  hukum legal ditolak dan tidak masuk dalam ke dalam hukum-hukum uang .Hanya yang ditolak secara hukum adalah penerbitan uang-uang kertas yang salah guna menjaga kepentingan umum. 

        

Tuesday, August 29, 2017

Peralihan Mata Uang Emas ke Kertas

Sejarah mata uang sepanjang sejarah telah membentang mulai dari abad-abad sebelum masehi. Uniknya sejarah mata uang ini sejak zaman kerajaan Lydia, Romawi dan Persia didominasi dengan mata uang emas dan perak.  Hal ini menjadi sebuah bukti bahwa kedua logam ini menjadi pilihan umat manusia sebagai alat tukar. Hingga di ambang Perang Dunia I tahun 1914  dua blok utama (sentral dan sekutu) dan kekhalifahan Utsmaniyah menggunakan mata uang utama emas dan perak. Walaupun akhirnya kekhalifahan ikut terseret dalam polarisasi PD I dengan bergabung ke blok sentral. Baru di awal perang lah mata uang kertas menggantikan mata uang emas dan perak karena berbagai faktor. Salah satu faktor utamanya tentulah karena mata uang emas dan perak berikut cadangan emasnya habis terjual untuk membiayai perang. Sehingga pemberlakuan mata uang kertas saat itu mengandung paksaan negara terhadap rakyatnya. Dan ini berlangsung massif, khususnya pada negara-negara yang terlibat perang.

Lebih detail ada 3 faktor yang menyebabkan negara-negara saat itu menggunakan mata uang kertas seraya menanggalkan mata uang emas dan perak.( Dr Ahmad Hasan , Mata Uang Islami)

1.Faktor Militer
 Perang Dunia I mendorong sebagian besar negara untuk mempersiapkan cadangan emas dan perak untuk 
 membeli keperluan dan peralatan perang. Keadaan yang membuat khawatir negara-negara dunia karena
 menyebabkan emas keluar dari bank-bank secara liar.

 Kemudian negara-negara yang terlibat perang menemukan kesulitan untuk menangkut emas dan perak ke 
 tempat-tempat dimana kekuatan militer berada dan hanya membuat biaya semakin bertambah. Pada saat 
 itu orang-orang berbondong-bondong menarik simpanan-simpanan mereka yang ada di bank-bank dalam 
 bentuk kertas-kertas banknote yang bisa ditukarkan. Mereka menuntut untuk diselesaikan.

Semua itu menuntut berbagai negara bersepakat untuk meninggalkan sistem logam beralih ke sistem          kertas. Juga bersepakat untuk memperluas pemberian kekuatan hukum terhadap uang kertas dan mewajibkan seluruh penduduk untuk menerimanya serta menghentikan penukarannya dengan emas dan perak.
 2. Faktor Politis

Negara-negara Arab sebelum Perang Dunia I berada di bawah kekhalifahan Utsmaniyyah yang menggunakan sistem uang emas. Demikian juga besar negara-negara di dunia. Ketika perang Dunia I berkecamuk, negara-negara kolonial membagi-bagi negeri-negeri Arab dan yang menjadi tujuannya adalah eksploitasi sumber alam dan membuat jarak antar rakyat secara langsung atau tidak langsung.

Begitu juga negara-negara Eropa dan Amerika Serikat terus bersaing dalam menancapkan kekuasaannya. Dan uang sebagai inti kehidupan ekonomi mempunyai peran utama dalam menancapkan pengaruh politik kolonial. Selanjutnya negara-negara kolonial berkepentingan untuk melakukan kontrol terhadap negara-negara berkembang dengan cara membuat negara itu tunduk kepadanya. Dan pembatalan penggunaan uang logam emas memudahkan tujuan ini.

Sebagai contoh adalah realitas uang di Mesir dan Suriah setelah peralihan ke sistem uang kertas. Di Mesir, sistem keuangan Mesir beralih dari sistem emas kepada sistem berdasarkan Pound Sterling kertas. Keputusan Menteri Keuangan pada awal Desember tahun 1914 M yang membolehkan Bank Nasional Mesir menyimpan emas penopang di bank Inggris sehingga mata uang Mesir terikat dengan mata uang Inggris. Akhirnya ekonomi Mesir tergantung kepada ekonomi Inggris dan mengikuti segala pasang surutnya .Keadaan ini tidak berubah sampai tanggal 15 Juli 1947 M.

Di Suriah, ketika PD I memberi jalan kepada Perancis untuk menduduki Suriah. Perancis mengeluarkan beberapa kebijakan untuk memperkokoh hegemoninya dan yang pertama adalah kebijakan dalam sistem keuangan. Perancis menarik Pound Mesir dari peredaran dan membuat mata uang Lira Suriah yang berdasarkan kepada Franc Perancis. Hal itu untuk membiayai dan menggaji tentara-tentara Perancis di Suriah.

Begitulah tujuan utama pemberlakuan sistem  keuangan baru di Suriah untuk mengikat ekonomi Suriah dengan ekonomi Perancis dan membuat sistem keuangan Suriah tunduk kepada sistem keuangan Perancis. Hal ini berlanjut sampai tanggal 8 April 1947 M.

Negara-negara itu menemukan bahwa kertas-kertas ini sesuai dengan kepentingan politiknya karena pemberakuan mata uang kertas berada dalam kontrol kekuasaan negara secara total, berbeda dengan uang-uang logam mulia yang bergantung pada hal-hal lain, utamanya adalah temuan-temuan baru terhadap penambangan emas dan perak.

Kemudian munculnya Nazi dan Fasisme di Eropa dan prediksi orang-orang akan terjadinya perang dunia ke dua membuat politik semakin tidak menentu dan kepercayaan individu dan pengusaha terhadap kestabilan sistem keuangan di sebagian negara semakin merosot tajam. Untuk mengamankannya, emas mulai bergerak dari suatu negara ke negara lain. Persoalan ini membuat khawatir pemerintah lalu memberlakukan uang kertas dan membatalkan penggunaan emas dalam transaksi.

Pengaruh-pengaruh politik masih berlanjut hingga sekarang dan akan terus berlanjut selama Dollar menjadi mata uang poros utama, karena setiap "kekurangan" pada mata uang ini akan berpengaruh negatif terhadap negara-negara berkembang. Menurut laporan tahuann Bank Pembangunan Islam (IDB),"Pada tahu 1985 M terjadi Depresi berkelanjutan pada nilai mata uang Dollar Amerika terhadap mata uang utama lainnya  seperti Yen Jepang, Mark Jerman, Pound Sterling, dan Frank Perancis.

bersambung   

Monday, August 14, 2017

Redenominasi dan Reorientasi

Image result for redenominasi
Bicara masalah Redenominasi memang sensitif tapi perlu. Seringkali isu ini disandingkan dengan Sanering. Bedanya Redenominasi lebih kepada penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengurangi daya beli, sedangkan Sanering adalah pemyederhanaan nilai mata uang disertai dengan pengurangan daya beli.

Pemerintah berencana melakukan Redeniminasi dengan menghilangkan tiga angka nol di belakang Rupiah. Uang pecahan Rp100.000 jadi Rp100, Rp10.000 jadi Rp10 dst.


Contoh Redenominasi : 
Sebelum Redenominasi harga semangkok bubur ayam Rp 10.000,-
sedangkan setelah  Redenominasi harga semangkok bubur ayam  Rp 10,-
Nilai Rupiah berubah (penyederhanaan nilai) tapi daya beli tidak berubah.

Sedangkan contoh Sanering :

Sebelum Sanering harga 1 liter bensin Rp 10.000 
Setelah Sanering  uang Rp 10 hanya bisa untuk membeli 0.001 liter bensin.
Nilai Rupiah berubah begitu juga daya belinya.

Sanering dilakukan ketika ekonomi sedang tidak stabil, sedangkan Redenominasi dilakukan ketika ekonomi stabil.
Salah satu yang berhasil dalam melakukan redenominasi adalah Turki dengan mata uang Lira .
Turki melakukan redenominasi lewat beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang TL (Lira lama) dan YTL (Lira baru) tetap beredar secara simultan selama setahun. Setelah setahun, mata uang TL akan ditarik. Waktu setahun ini bertujuan agar warga memiliki waktu leluasa menggantikan TL ke YTL.
Pada tahap kedua, seperti di banyak negara, setelah beberapa tahun, mata uang YTL dikembalikan menjadi TL. Dengan kata lain, penggunaan TL dengan angka nominal baru dipulihkan.
Untuk membantu pengenalan mata uang baru dan untuk menghindari kebingungan dalam proses penggunaan YTL dari TL, dua mata uang dengan daya beli serupa itu dicetak dalam warna dan desain serupa. Misalnya, desain dan warga mata uang 1 YTL sama dengan 1.000.000 TL.
alah satu negara yang tergolong relatif sukses melakukan redenominasi adalah Turki, seperti tertulis dalam makalah The National Currency Re-Denomination Experience in Several Countries—a Comparative Analysis” oDuca Ioana, dosen dari Titu Maiorescu University Bucharest, Romania.
Romania juga tergolong sukses melakukan redenominasi sehubungan dengan niatnya bergabung dengan zona euro. Steve Hanke adalah ekonom AS yang pernah mencoba menerapkan redenominasi pada akhir Orde Baru di Indonesia, tetapi batal. Namun, dia mengajari Bulgaria melakukan redenominasi yang tergolong berhasil.
Juga dalam rangka persiapan memasuki keanggotaan Uni Eropa, walau agak berat, Turki memutuskan redenominasi pada tahun 1998.
Setelah persiapan tujuh tahun, mulai 1 Januari 2005, pada awal tahun anggaran, Turki melakukan redenominasi terhadap lira. Redenominasi dilakukan di awal tahun anggaran dengan tujuan agar semua catatan pembukuan keuangan negara dan perusahaan langsung menggunakan mata uang baru dengan angka nominal yang lebih kecil.

Masalah krusial yang terjadi pada proses Redenominasi menurut Muhaimin Iqbal (geraidinar.com 04/08/2010) adalah reorientasi nilai, orientasi di otak kita telah terbiasa dengan angka-angka besar.  Ketika angka-angka tersebut berubah menjadi kecil, kita harus melatih otak kita untuk terbiasa dengan angka-angka yang menjadi kecil ini. Nampaknya mudah, tetapi karena ini harus terjadi secara massal bagi seluruh pengguna Rupiah – maka diperlukan sosialisasi yang efektif.

Apa dampaknya bila Reorientasi nilai tidak berjalan efektif ?, harga-harga bisa kacau. Misalnya si embok tukang bayem biasa menjual satu ikat bayemnya Rp 2,500,-. Dalam mata uang Rupiah baru angka tersebut seharusnya menjadi Rp 2.5,- tetapi dibenak si embok menyatakan bahwa angka Rp 2.5 ini terlalu kecil, maka dinaikanlah harga bayem dinaikkan menjadi Rp 3,-. Tanpa sadar Anda sebagai pembeli-pun meresponse angka Rp 3 tersebut dapat diterima karena lebih mudah membayarnya – dan terasa kecil oleh Anda. Maka apa yang terjadi sesungguhnya adalah inflasi 20% terhadap harga bayem.

Begitu pula harga dinar misalnya saat ini 1 Dinar Rp 2.160.000,- setelah redenominasi harga dinar menjadi Rp 2.160,- . Kita yang selama ini terbiasa dengan nilai dinar yang tinggi, akan menganggap harga dinar terlalu rendah, maka ini akan merangsang penjual (bahkan juga pembeli) melakukan reorientasi nilai terhadap dinar. Dan ini sifatnya sementara sebelum publik mulai terbiasa dengan orientasi nilai yang sebenarnya.
Jadi baik produsen, pedagang mapun konsumen harus membiasakan kembali response otomatisnya yang akurat terhadap harga atau nilai barang-barang yang wajar – inilah Reorientasi yang saya maksud.

Terkait efek redenominasi terhadap harga Dinar atau emas sendiri tidaklah signifikan. Sebab harga dinar dan emas dipengaruhi oleh 3 faktor, pertama harga emas internasional, kedua nilai tukar Rupiah dan Dollar, dan ketiga harga emas Jakarta yang diwakili logam mulia. Daru tiga faktor di atas yang paling berpengaruh signifikan adalah poin pertama yang perannya lebih banyak dimainkan oleh pasar emas Amerika dan Eropa. 

Jadi selagi proses redenominasi berjalan normal harga Dinar atau emas tidak terpengaruh signifikan, kecuali proses redenominasi ini gagal sehingga memicu inflasi yang signifikan disebabkan salah satu orientasi nilai yang salah atau bahkan tuduhan rakyat kepada pemerintah adanya force inflation atau inflasi yang dipaksakan, maka nilai Dinar bisa naik signifikan karena nilai Rupiah justru makin terpuruk pasca redenominasi. wallahu 'alam.